Oleh: Naila Yumna Salsabila
Setiap hari Putri Sisy, putri mahkota kerajaan bersedih. Ia selalu
memikirkan kulitnya yang hitam legam. Ia malu untuk memperlihatkan
wajahnya kepada seluruh rakyat. Pekerjaannya tiap hari hanya mengurung
diri di dalam kamar. Bahkan tiap bercermin ia selalu takut melihat
bayangan wajahnya.
Pernah suatu hari, putri diundang untuk merayakan acara pesta
ulang tahun di kerajaan tetangga. Tetapi putri menolak dan tetap saja
mengurung diri di kamar. Sang Raja menyuruhnya untuk tetap datang.
Terpaksa putri Sisy menuruti perintah sang ayah. Ia pun diantar oleh
kereta kuda kerajaan.
Sesampainya di kerajaan tetangga, putri
segera duduk di kursi yang kosong. Ia menundukkan kepalanya. Tetapi
salah seorang yang menghadiri pesta itu mengejek sang putri. Putri Sisy
sangat malu dan segera meninggalkan acara itu. Putri pun tidak pernah
mau lagi keluar kamar dan menghadiri acara.
Pada suatu pagi
yang cerah, putri Sisy merasa bosan. Ia ingin keluar istana untuk
menghirup udara segar. Tetapi, putri bingung. Ia ingat saat menghadiri
acara pesta ulang tahun. Putri Sisy diejek dan ditertawakan. Ia takut
peristiwa itu terjadi lagi.
Setelah berpikir panjang, putri
Sisy pun memutuskan untuk keluar istana dan duduk-duduk di sebuah taman
yang indah. Ia pun menuruni tangga, menyusuri lorong istana, dan membuka
gerbang. Setelah itu, Putri berjalan dua kilometer dari istana. Dan
sampailah putri di sebuah taman yang indah. Banyak bunga dan pepohonan
di sana. Banyak kupu-kupu yang berterbangan kesana kemari. Putri takjub
saat melihatnya. Ia memutuskan untuk duduk di sebuah kursi yang berwarna
biru bermotif awan. Disamping kursi itu terdapat lampu yang sangat
indah, dan bunga mawar merah mekar.
Setelah duduk, Putri
memandangi ayunan taman yang tidak jauh dari kursi. Di sana, terdapat
kupu-kupu biru yang indah. Putri Sisy pun segera menghampiri ayunan
tersebut.
Saat di tengah jalan, putri Sisy tertabrak oleh
seseorang. Putri pun terjatuh. Bajunya basah terkena minuman yang dibawa
oleh anak itu.
"Oh maaf," kata anak tersebut.
"Ah tidak apa-apa," jawab putri sambil berlari menundukkan kepala.
"Hei.. tunggu!!! Sini aku bersihkan pakaianmu." Ujar gadis kecil itu sambil mengejar putri.
"Hei tunggu..." Katanya lagi sembari memegang pundak putri. Putri Sisy pun berbalik. Mukanya ditutupi oleh jubah ungunya.
"Kenapa kau berlari? Siapa namamu?", tanyanya.
"Hmm....kenapa? Kamu malu ya? Nggak usah malu, kenalkan, namaku
Sheira!" Kata Sheira sambil mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.
"Na...namaku Sisy!" ujar putri pelan sambil menyambut uluran tangan Sheira.
"Ooh... sini aku bersihkan dulu bajumu," paksa Sheira sambil membersihkan baju putri.
Putri Sisy tidak bisa menolak, lalu berterima kasih dan langsung berlalu. Terdengar Sheira memanggilnya lagi.
"Hey! Sisy! tunggu!" seru Sheira.
Putri membalikkan badan. Jubah ungunya terlepas. Ia lalu berlari kembali.
"Sisy! Tunggu!" seru Sheira berusaha menjangkau tangan putri. "Aku ingin jadi temanmu!" kata gadis kecil itu lagi.
"Benarkah? Apakah kamu tidak malu punya teman yang jelek dan hitam
seperti aku? teman-teman yang lain selalu mengejekku" kata putri Sisy
tak percaya.
Akhirnya mereka berteman. Sheira mengajak putri
bermain di rumahnya yang tidak jauh dari taman. Putri Sisy menolak, ia
mengajak Sheira untuk bermain di halaman rumahnya yang luas. Saat sampai
di depan istana, Sheira terheran-heran.
"Hah...ini rumahmu?" wajah Sheira terbelalak tidak percaya. "Pasti kamu bohong ya?" katanya lagi masih tidak percaya.
Mereka pun masuk ke dalam istana dan disambut dengan baik oleh Raja dan
Ratu. Kedua orang tua Putri sangat bahagia, akhirnya putri tunggalnya
memiliki teman.
Sejak saat itu Putri Sisy tidak kesepian lagi.
Wajahnya terlihat selalu tersenyum. Ia tidak memperdulikan wajahnya yang
terlihat jelek dan kulitnya yang gelap. Karena selalu tersenyum, Putri
Sisy pun terlihat cantik dan orang-orang melupakan kulitnya yang hitam.
*tamat*
Haha, yang ini dongeng, gaya anak-anak, jangan-jangan terpengaruhi workshop itu......tapi ini beda, dongeng rasa Umi Sakdiyah,,,,,,,teruskan mbak......
BalasHapuskangdana
Terima kasih Om Dana, aku belajar buku workshop punya ibu. Baca terus cerita-cerita aku ya Om
Hapus